Senin, 04 Januari 2016

MAGANG ARSIP BAGI PENGELOLA ARSIP DI PERANGKAT DAERAH UNTUK MEMBERDAYAKAN PENGELOLAAN ARSIP DI UNIT KEARSIPAN INSTANSI PENCIPTA ARSIP



BAB I
PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Permasalahan
Kebutuhan akan informasi sekarang ini menjadi kebutuhan pokok bagi setiap individu. Bahkan Unesco pun telah mengupayakan dengan tegas agar tercipta sebuah lingkungan masyarakat yang berpengetahuan dimana kekuatan informasi dan komunikasi dapat membantu seseorang untuk mengakses pengetahuan yang mereka butuhkan dalam meningkatkan taraf  hidupnya sehari hari serta bisa memberdayakan  potensinya secara maksimal.
Berdasarkan  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 f: “ Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhask untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis dsaluran yang tersedia.” Sebagai wujud manifestasinya  pemerintah bersama DPR telah menandatangani  Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Sejalan dengan semangat Transparansi Birokrasi maka setiap instansi pemerintah sebagai Badan Publik sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal  7  wajib  menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik selain informasi yang dikecualikan.
Selain itu untuk mendukung  semangat keterbukaan informasi publik dan transparansi birokrasi negara telah menerbitkan   Undang-Undang No 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan untuk menjamin ketersediaan arsip autentik dan terpercaya.
Dalam lembaga birokrasi kegiatan kearsipan memegang peranan yang tidak kecil karena setiap aktifitas administrasi dalam serbuah birokrasi akan selalu menghasilkan arsip. Namun yang terjadi di lapangan adalah pembiaran ketidakteraturan arsip oleh  institusi  birokrasi yang notabene merupakan ujung tombak pelaksanaan Undang-undang yang berkaitan dengan kearsipan maupun keterbukaan informasi publik agar informasi yang terkandung di dalamnya  bisa diakses secara murah, mudah, dan cepat.
Namun apa yang terjadi di lapangan meski Undang-undang Kearsipan Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan telah mewajibkan pembentukan Unit kearsipan oleh setiap  pencipta arsip tapi kenyataannya di sebagian badan publik/instansi pencipta arsip itu belum terjadi.  
Kegiatan pengelolaan kearsipan di instansi pencipta arsip daerah masih lemah terutama dalam penyajian arsip menjadi informasi dalam artian arsip sudah tertata dan terdaftar. Kelemahan ini dikarenakan bahwa belum terjadinya dengan apa yang disebut efektifitas pengelolaan arsip yang berupa  kecepatan penemuan kembali arsip dan  efisiensi  tempat penyimpanan sehingga arsip yang mereka kelola masih kacau sehingga belum bisa menjadi informasi yang siap pakai. Masih sering terlihat di banyak Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)  terjadi penumpukan arsip di dalam gudang.  Kondisi arsip inaktif di SKPD belum dikelola dengan baik sesuai dengan kaidah kaidah kearsipan hanya ditata dalam rak rak arsip atau dimasukkan dalam kardus besar bahkan dimasukkan glangsing  tanpa adanya daftar pertelaan arsip  sehingga saat dibutuhkan arsip sulit untuk ditemukan kembali bahkan mungkin rusak atau sudah hilang. Apabila keadaan ini terus dibiarkan bagaimana birokrasi bisa berperan dalam era keterbukaan informasi seperti sekarang ini.

1.2  Kondisi Saat ini
Sesuai dengan hasil monitoring dan kajian kearsipan terhadap SKPD yang berada di Kabupaten Lamongan oleh Baperpus Arsda Kabupaten  Lamongan tahun 2014 kondisi kearsipan dinamis  SKPD khususnya arsip dinamis  inaktif sangat jauh dengan apa yang kondisi yang diharapkan  Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan, di mana arsip merupakan bukti otentik kegiatan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan serta sebagai memori acuan dan bahan pertanggunjawaban nasional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus dikelola dan diselamatkan oleh negara.
Data hasil dari monitoring yang dilakukan tahun 2012 tersebut menunjukkan 40% arsip inaktif perangkat daerah yang ada hanya ditata tanpa dibuatkan daftar arsipnya dan 60% hanya ditumpuk atau dimasukkan dalam kardus/glangsing dan ditaruh di gudang yang akan membuat arsip menjadi rusak atau dimakan rayap, kondisi ini terjadi karena tidak adanya Unit Kearsipan yang khusus menangani arsip dinamis inaktif.
Selain itu tidak adanya petugas khusus kearsipan di perangkat daerah sebagai instansi pencipta arsip  memperlemah pengelolaan kearsipan. Kondisi yang ada urusan pengelolaan kearsipan masih dirangkap oleh seseorang dengan tugas tugas lain, seolah olah kearsipan adalah masalah sepele yang bisa dikerjakan sambil lalu  
Melihat laju perkembangan informasi yang semakin cepat sekarang ini  badan publik juga dituntut untuk semakin transparan di era keterbukaan informasi, tentunya setiap badan publik harus responsif untuk bisa mengikuti perkembangannya dengan selalu siap dengan penyediaan informasi bagi masyarakat.
1.3  . Kondisi Yang Diinginkan
Keberadaan arsip inaktif di Instansi Pencipta yang volumenya semakin hari semakin bertambah menyulitkan bagi instansi tersebut dalam proses penyusutan arsip. Tujuan utama dari proses pengelolaan arsip adalah efisiensi dan efektivitas arsip pada saat arsip itu disusutkan maupun pada saat arsip dicari.
Untuk itu agar proses ini terjadi harus ada petugas khusus pengelola arsip/arsiparis ditiap-tiap perangkat daerah. Mengingat tugas mengelola kearsipan butuh ketelitian dan pemahaman tupoksi organisasi dengan cermat maka dari itu perlu dihindari penunjukan asal asalan pada staf untuk menjadi petugas pengelola arsip. UU no 43 tahun 2009 sudah mengamanatkan bahwa petugas   arsip haruslah minimal berlatar belakang pendidikan kearsipan tau pernah diklat maupun bimteks.
Dengan adanya petugas khusus pengelola arsip kontrol terhadap arsip yang tercipta bisa lebih mudah dilakukan sehingga pada saat penyusutan mudah dilakukan sehingga tidak ada lagi penyerahan arsip dalam karung ke Lembaga Kearsipan. Dan perlu diingat bahwa tugas lembaga kearsipan adalah menyimpan dan menyajikan arsip statis dan arsip arsip yang retensinya lebih dari 10 (sepuluh ) tahun.





BAB II
Inovasi Yang Dikembangkan
Untuk menyiasati ketiadaan staf yang berlatar belakang kearsipan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (Baperpus Arsda) melakukan terobosan dengan menyediakan pelayanan magan dan pendampingan bagi petugas yang secara khusus diberi tanggung jawab untuk mengelola kearsipan di Instansi Pencipta arsip. Pencipta arsip adalah pihak yang mempunyai kemandirian dan otoritas dalam pelaksanaan fungsi, tugas, dan tanggung jawab di bidang pengeloaan arsip dinamis.  
Magang maupun pendampingan untuk memberikan wawasan standar minimal bagi petugas tersebut akan standar baku yang mesti diacu dalam mengelola arsip dinamis yang menjadi tanggung jawabnya.
Para petugas yang magang inilah yang nantinya bertanggung jawab di masing masing Unit Kearsipan di tempatnya bekerja.
Unit Kearsipan adalah satuan kerja pada pencipta arsip yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pnyelenggraan kearsipan. Selain itu dalam pasal 17 Undang-undang nomor 43 tahun 2009 tentang kearsipan  ditekankan lagi mengenai fungsi Unit kearsipan yaitu:
a.       Pengelolaan arsip inaktif dan unit pengolah di lingkungannya;
b.      Pengeolahan arsip dan penyajian arsip menjadi informasi;
c.       Pemusnahan arsip di lingkungan lembaganya







BAB III
Strategi Pelaksanaan
3.1 Pembentukan Unit Kearsipan
Sekarang ini ribuan bahkan jutaan informasi terekam lahir dan terus dilahirkan setiap hari. Tak seorang pun sanggup mengikuti seluruh perkembangan dan pertumbuhan informasi secara tuntas, bahkan seorang ahli di bidangnya sekalipun, apalagi jika informasi yang dimaksud tidak ada yang mengelolanya secara khusus (Pawit M Yusuf dan Priyo Subekti. 2010: hal 8)
Akses dokumen publik merupakan fenomena global yang tak bisa dijhindari oleh setiap lembaga pemerintah/badan publik. Dalam setiap badan publik sudah diwajibkan oleh Undang-Undang No 43 Tahun 2009 Tentang kearsipan untuk membentuk Unit kearsipan bertanggung jawab dalam pengelolaan arsip dinamis. Karena masih dalam katagori arsip dinamis,   tentunya masih perlu ketentuan peraturan perundangan oleh pemohon informasi publik yang masih tergolong arsip dinamis karena dalam prinsip kearsipan yang bisa diakses secara terbuka adalah arsip statis.
Mengingat pengelolaan arsip dinamis yang menyangkut penciptaan arsip, penggunaan arsip, pemeliharaan arsip dan penyusutan arsip masih banyak terjadi kendala maka keberadaan Unit Kearsipan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan arsip dinamis tersebut perlu dibentuk ditiap-tiap SKPD. Selain itu pembentukan Unit Kearsipan di masing masing SKPD merupakan wujud pelaksanaan  Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2012 tentang pelaksanaan Undang-undang nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2012 tentang Tata Kearsipan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah akan pentingnya keberadaan Unit Kearsipan di instansi pencipta arsip yang bertanggung jawab dalam pengelolaan arsip dinamis di tempatnya. Permasalahan kearsipan khususnya arsip inaktif SKPD sungguh perlu keterlibatan  semua pihak agar permasalahan yang terjadi bisa dipecahkan secara bersama.
Unit kearsipan sebagai unit yang bertugas dalam pengelolaan informasi pada SKPD tentunya harus menjadi perhatian setiap pimpinan SKPD bahwa  kegiatan kearsipan harus menjadi prioritas utama yang berkaitan dengan penyediaan informasi publik.
3.2 Pengiriman pelatihan dan magang di Baperpus Arsda bagi petugas khusus pengelola arsip perangkat daerah
Untuk meminimalkan kekurangan petugas yang berlatang belakang pendidikan kearsipan di masing masing instansi pencipta arsip ini Baperpus arsda membuka layanan magang kearsipan tiap haru yang di lakukan di depo arsip Baperpus Arsda di Jalan Basuki Rahmat. Kegiatan ini dilakukan tiap tahun dan terbuka untuk seluruh perangkat daerah di Kabupaten Lamongan.





  



.





BAB IV
4.1. Kesimpulan
Pengelolaan kearsipan merupakan jantung kegiatan sebuah organisasi maka perlu penanganan khusus agar roda organisasi tidak teganggu jalannya. Oleh karena itu pengelolaannya tidak bisa diberikan kepada sembarang orang harus kepada orang dengan latar belakang pendidikan kearsipan.
Selain itu arsip merupakan dokumen penting Negara sebagai bukti autentik pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan dan sebagai memori acuan dan bahan pertanggungjawaban nasional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, arsip harus diselamatkan dengan baik.
Mengingat sistim birokrasi kita yang masih Top Down oriented maka perlu dukungan kuat dari penentu kebijakan untuk menjalankan amanat UU No 43 tahun 2009 tentang kerasipan akan keberadaan  Unit Kearsipan di tiap-tiap SKPD.
Ada beberapa fakta di lapangan yang ditemukan;
1.      Adanya anggapan yang keliru dari para penyelenggara pemerintahan yang menganggap mengelola arsip adalah pekerjaan yang tidak penting dan dapat dilakukan pegawai rendahan.
2.      Kenyataan dilapangan masih kurang adanya komitmen pimpinan dalam pengelolaan kearsipan yang dibuktikan tidak adanya UNIT KEARSIPAN di lembaga yang dipimpinnya .
3.      Belum adanya petugas khusus pengelola arsip/ARSIPARIS bagi tiap SKPD kalaupun ada hanya petugas biasa yang merangkap jabatan sebagai petugas yang lain.

4.2. Saran
4.2.1. Perlu adanya Unit Kearsipan di masing masing perangkat daerah karena itu merupakan amanat Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009.
4.2.2. Petugas Khusus pengelola arsip di Unit kearsipan  harus ditetapkan dengan keputusan Kepala Instansi yang bersangkutan.
4.2.3. perlu komitmen pimpinan akan pentingnya pengelolaan arsip sehingga arsip tidak menjadi pekerjaan sambilan





DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Repeblik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan
Peraturan Pemerintan Nomor 28 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.
Partodiharjo Msi, Drs Soemarno Tanya Jawab Sekitar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2008
Yusup, Pawit M dan Priyo Subekti, Teori dan Praktik Penelusuran Informasi (Information Retrieval) Jakrta. Kencana. 2010
Forest Woody Horton, jr Understanding Information Literacy: A primer. UNESCO, Paris, France 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar