Memori
dalam benak kita adalah kenangan masa lalu (sejarah) yang selalu akan dipakai
untuk menghadapai persoalan maupun untuk sarana pengambilan keputusan masa yang akan datang. Ada anggapa bahwa
orang yang ang tidak bisa mengambil pelajaran dari masa lalu berarti hidupnya
tak lebih hanya makan dan tidur . Bahkan ungkapan Proklamator Jasmerah
” jangan sekali kali
melupakan sejarah” masih sering dikutip oleh para cendekiawan untuk
mengingatkan pentingnya sejarah untuk menghadapi masa yang akan datang.
Bahkan saai ini United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
(UNESCO) , oragnisasi PBB yang bergerak dibidang Pendidikan, ilmu pengetahuan
dan kebudayaan sudah mencanangkan proyek pengamanan Warisan Dokumentasi Dunia
yang yang dicanangkan dalam program MEMORY OF THE WORLD. Dalam pandangan
Unesco memori dunia adalah dokumentasi yang tersimpan di perpustakaan,
kearsipan, dan museum di seluruh dunia. Dan itu merupakan warisan dunia yang
harus dilindungi keberadaannya.
Perpustakaan,
kearsipan dan museum adalah tiga institusi penting dalam menjaga memori dunia
tersebut, untuk itu keberadaannya menjadi strategis dalam menyediakan informasi
bagi penggunanya. Mengapa demikian, karena ketiga intitusi tadi menyimpan
rekaman baik tertulis, tercetak dan terekam sehingga memudahkan orang untuk mengingat
kembali masa lalunya karena kalau hanya mengandalkan ingatan personal saja
banyak keterbatasannya. Dengan tersimpan di ketiga institusi tersebut maka
memori tersebut menjadi memori kolektif yang bisa dimanfaatkan oleh banyak
orang.
Berkaitan
dengan literasi, yang bagi sebagian atau banyak orang hanyalah istilah melek
huruf dan angka yang sebenarnya istilah literasi ini sudah berkembang jauh
pengertiannya. Literasi adalah bagaimana kemampuan sesorang mencari,
menggunakan dan menyimpan informasi yang dipakai untuk memberdayakan
eksistensinya dalam bermasyarakat. Melihat pengertian literasi tersebut maka
peranan Perpustakaan, kearsipan dan museum untuk memberikan informasi agar
tercipta masyarakat yang terliterasi menjadi begitu strategis. Ketiga institusi
tadi adalah sarana orang untuk menemukan informasi dan oleh karena itu koleksi
yang dimilikinya harus mudah diakses dan lengkap sehingga kebiasaan masyarakat
untuk selalu bersinggungan dengan informasi terjadi. Dengan terbiasa maka
sesorang akan mudah menemukan di mana, kemana, pada siapa dan kapan ia harus
mencari informasi yang dibutuhkannya.
Untuk
menciptakan masyarakat literasi tanpa memaksimalkan peranan ketiga institusi
diatas akan sangat tidak mungkin dilaksanakan. Walaupun dunia Cyber sudah begitu pesat perkembangannya
namun itu hanyalah sarana untuk memjembatani informasi bukan informasi itu
sendiri. Oleh karena itu ketiga institusi tersebut harus mulai memanfaatkani
kemajuan teknologi informasi sebagai sarana untuk menyajikan informasi ke
khalayak.
Sekali
lagi di era millenium ini bahwa baca,
tulis, dan hitung sudah bukan zamanya lagi, tapi bagaimana kita memperoleh, dan
mengolah informasi yang dapat dipakai
seseorang dalam upayanya memberdayakan dirinya untuk mengatasi persoalannya adalah yang
utama.
Last but not least, peranan
institusi penjaga memori dalam menyajikan informasi yang mudah, cepat, murah,
dan lengkap harus menjadi prioritas utama agar bisa turut berpartisipasi
menciptakan masyarakat literasi. Dan
tentunya ini harus mendapat dukungan dari setiap elemen baik pemerintah maupun
swasta. Salam literasi.
DAFTAR BACAAN
1. Edmonson,
Ray. Memory Of The World: General
Guidelines. Paris; Unesco, 2002.
2. Horton
Jr, Forest Woody . Understading
Information Literacy: A Primer. Paris: Unesco, 2007.
3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar